Thursday, October 01, 2015

The Trees and The Wilds: "Rasuk" yang Membuat Patah Hati.

Azar Widadsyah
Sebuah testimoni dari salah satu tokoh musik yang cukup viral di dunia maya, sukses mengejutkan saya di siang bolong.

Saya lupa seperti apa persisnya yang dia katakan, namun inti dari perkataannya akan selalu saya ingat. Bahwa The Trees and The Wild (atau yang sekarang sudah berganti nama menjadi Trees and Wild), kemungkinan besar tidak akan memainkan lagi lagu dari album "Rasuk" secara live

Sampai hari ini, saya belum kesampaian untuk menyaksikan performa mereka secara langsung. Cukup disayangkan, mengingat lagu-lagu mereka, khususnya dari album yang tadi telah disebut, sudah menjadi teman menjalani hari selama tiga tahun terakhir. Album pertama mereka adalah salah satu dari sedikit album yang tak pernah dihapus dari gadget

Dan mendengar kabar itu, tidak butuh otak yang brilian untuk mendapatkan kesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mendengar mereka memainkan lagu-lagu itu pada konser mereka, jika suatu hari saya berkesempatan untuk menyaksikan mereka langsung didepan mata saya.


Kecewa? Jelas. Meskipun lagu-lagu terbaru mereka jelas berkualitas sama baiknya (coba kita dengar Empati Tamako atau Saija), tapi album itu sudah melebihi batas kualitas. Album itu menjadi suatu karya yang, tidak hanya berkualitas, tapi akan melemparkanmu pada momen-momen kenangan atau mengingatkan pada mimpi yang belum terwujud (contohnya? Saya selalu bermimpi untuk datang ke Berlin, dan menyanyikan "Berlin" disana).

Tapi, pantaskah saya menyalahkan mereka? 
Pantaskah saya menyalahkan Iga Massardi yang entah karena apa, memutuskan keluar dari band dan menurut testimoni banyak orang, sejak hari itu lagu-lagu album tersebut hampir tidak pernah dibawakan?

Tentu saja tidak. 

Saya percaya, sebuah band selalu memiliki alasannya sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu. Dan untuk kasus kali ini, dalam hati saya percaya bahwa tanpa Iga Massardi, lagu-lagu itu tak akan sama lagi. Mungkin sama seperti pikiran tiga personil Led Zeppelin kala ditinggalkan John Bonham untuk selamanya. 

Bedanya, Led Zeppelin memilih membubarkan diri, sementara mereka memilih melanjutkan musik yang mereka perjuangkan.

Pertama kali mendengar karya mereka di pertengahan tahun 2012, tiga tahun setelah album pertama mereka keluar, saya percaya bahwa trio Remedy Waloni, Andra Kurniawan dan Iga Massardi, adalah paket yang tak terpisahkan. Saya tidak begitu memahami cara bermain musik, tapi mereka seperti saling melengkapi satu sama lain. Perpaduan yang akhirnya menyajikan harmoni yang unik dan tak terdefinisikan. 

Ambience yang mereka tawarkan pun, jauh berbeda dari musisi lainnya, bahkan jika mereka bergerak di genre yang sama sekalipun. Jujur saja, mereka adalah band folk pertama yang lagunya sama sekali tidak membuat saya ingin menangis di malam hari yang sepi. 

Malah sebaliknya, mereka menyalakan kembali semangat hidup yang waktu itu hampir padam dengan cara yang tak biasa. Menenangkan, sekaligus menyemangati. Mendayu-dayu, tapi sama sekali tak terdengar sendu. "Verdure" hingga "Kata" sukses menjadi playlist harian rutin sejak saat itu. 


Rupanya, kenyataan akan hal kecil macam ini, terkadang sukses membuatmu patah hati. 

Sialnya, mereka adalah band pertama yang membuat saya merasakan, seperti ditinggalkan. Band pertama yang seolah-olah mengingatkan bahwa sudah saatnya untuk move on dan melanjutkan hidup. Berhenti berharap akan menyaksikan trio itu kembali lagi, dan membiasakan diri dengan formasi mereka yang baru. Dengan musik yang sama sekali baru. 

Membiarkan album ini, masuk dalam daftar album-album yang tidak mungkin didengar secara langsung versi Azar Widadsyah. Membiarkannya menjadi mitologi yang akan abadi di telinga mereka yang sempat mendengarnya. 


Saya sering mendengar bahwa sensasi mendengarkan lagu secara live, akan selalu mengalahkan sensasi mendengarkan rekamannya lewat headset

Namun sekarang, yang bisa saya lakukan adalah memuaskan diri dengan versi rekamannya. 

Dan mencoba mencintai formasi mereka yang baru. 

Untunglah mereka memiliki backing vokal yang sangat menarik hati bernama Charita Utamy.

About the Author

Azar Widadsyah / Author & Editor

Blog ini berisi tentang tulisan-tulisan dari orang yang menikmati semesta. Mayoritas berisi opini dan pengalaman personal.

0 comments :

Post a Comment

Powered by Blogger.